Rabu, 26 Februari 2014

30 Hari Menulis Surat Cinta #3 ( Tanggal Kita)

Selamat tanggal 26 untuk kamu. Untuk kita..

Maaf hari ini aku terlalu lelah untuk menulis banyak hal untukmu. Pasien di IGD hari ini banyak yg gawat sehingga aku harus mengeluarkan tenaga ekstra.
Namun aku terlalu menyayangkan jika di hari yg spesial ini aku lewati tanpa menulis surat ini untukmu.

Hari ini ke 9 kalinya kita melewati tanggal ini. Aku masih ingin melewati beratus-atau beribu tanggal ini bersamamu. Sampai tanggal 26 terakhir yg aku miliki... Sampai ku tunggu kamu di tempat yang tak lagi memisahkan kita dengan waktu..

I love you..

Senin, 24 Februari 2014

30 Hari Menulis Surat Cinta #2 (Jangan Berhenti Berdebat Denganku)

Hai Kamu,
Lagi-lagi kamu. Selalu kamu. Kamu lagi. Namun herannya aku tak pernah bosan :)
Mungkin seperti kamu yang tak pernah bosan saba menghadapi kemarahanku yang terkadang seperti anak-anak.

Ku akui, jalan kita memang tidaklah semulus cerita di sinetron dan FTV. Memang menyatukan dua kepala yang berbeda bukanlah perkara mudah. Selalu ada perdebatan disana. Selalu ada yang mati2an mempertahankan argumennya.

Sayang, aku mungkin tak selembut dan sesabar Rum istrinya Robby di film Tukang Haji Naik Bubur. Hahaha. Kamu juga tak sebijak dan seromantis Robby :p
Lihatlah kita, kita hanya dua manusia yang sama-sama senang berdebat sebelum akhirnya memaafkan. Entah mengapa kita tak pernah membiakan masalah lewat begitu saja tanpa ada perdebatan untuk mencari solusi bersama. Tapi aku suka. Aku tau ini cara kita bertahan. Karena memendam masalah bukanlah jalan keluar.

Aku selalu ingat kata-katamu, bahwa di kondisi seburuk apapun, tetaplah ingat tujuan kita.

Sayang, aku tak ingin berhenti berdebat denganmu. Tolong jangan selalu mengalah demi aku. Karena aku sadari sekarang, argumen yang masing-masing kita pertahankan menunjukkan bahwa kita bukanlah manusia kosong yang hanya bisa turut di belakang. Argumen yang masing-masing kita pertahankan menunjukkan bahwa kita ingin jalan keluar, bukan aturan sebelah pihak. Argumen yang masing-masing kita pertahankan menunjukkan bahwa kita peduli satu sama lain.

Sayang, jangan berhenti berpendapat. Jangan berhenti meminta pendapat. Dengan begitu kita tau, bahwa kita sama-sama saling membutuhkan.

Sayang, jangan berhenti memperdebatiku. Aku masih ingin berdebat denganmu, tentang banyak hal. Mungkin tentang bagaimana baiknya prosesi akad nikah kita, mau masak apa hari ini,  mau punya anak berapa, mau menyekolahkan anak dimana, mau menantu yang seperti apa, sampai mau menghabiskan sore di masa tua kita dengan berjalan telanjang kaki atau duduk di teras sambil minum teh.

Sayang, jangan berhenti memperdebatiku. Karena kamu adalah teman debat yang baik. Yang memelukku setelah aku lelah berargumen :)

Senin, 17 Februari 2014

30 Hari Menulis Surat Cinta #1 (The First Sight)

Ah, mungkin agak terlambat menuliskan ini untukmu. Lagi-lagi. Aku memang seringkali kehilangan ide menulis belakangan ini. Mungkin sifat melankolisku telah hilang shilang-hilangnya karena kesibukan dunia yang menguras waktu dan tenaga.

Hari ini, seperti biasa, di bulan ke sembilan kita bersama, aku tak lagi merasa sepi seperti dulu. Di bulan ke sembilan kita bersama, aku tak sedetikpun tak merasa rindu. Cinta memang candu.

Di bulan ke sembilan kita bersama, sejak pertemuan iseng yg sedikit direkayasa. Ingatkah kamu hari itu? Aku masih ingat betul, walaupun sejujurnya pertemuan itu bukan pertemuan istimewa bagiku saat itu.

Kita hanya bicara. Berhadapan. Dan aku suka mata coklatmu. Sama coklatnya dengan mataku.
Pandangan yang tegas. Bola mata orang asing pertama yang betul-betul berani menatpkau ketika kata-kata keluar dari mulutmu. Entah apa yang kita bicarakan saat itu. Aku tak begitu ingat karena terlalu sibuk membalas tatapanmu :)

Kita hanya bicara. Diatas perahu apung yang berjalan menyisiri tepian Sungai Kapuas. Berhadapan. Saat itu hari hujan, dan aku dengan ringannya menerima tawaran jaketmu. Dengan ringannya kuterima tawaran dari orang asing. Entah mengapa. Semua begitu ringan.

Kita hanya bicara. Berhadapan. Karena memang aku jarang sekali mau duduk bersampingan dengan lawan bicarakau. Aku lebih senang menatap mata orang saat berbicara. Aku suka menatap.

Kita hanya bicara. Dan sampai saat inipun kita senang berbicara. Hanya saja kini kita telah berbicara bersampingan. Bukan karena aku tak senang lagi menatam matamu. Namun karena kini aku lebih senang berbicara sambil menyandarkan kepala di bahumu :)